RSS

Selasa, 15 Desember 2009

Mutiara Hikmat

" Apabila Tuhan membukakan bagimu suatu jalan untuk ma'rifat (mengenal kepadanya), maka jangan menghiraukan soal amalmu yang masih sedikit, sebab Tuhan tidak membukakan bagimu, melainkan Ia akan memperkenalkan diri kepadamu. Tidaklah engkau ketahui bahwa ma'rifat itu semata-mata pemberian karunia Allah kepadamu, sedang amal perbuatanmu hadiah daripadamu,mka di manakah letak perbandingannya antara hadiahmu dengan pemberian karunia Allah kepadamu"

Ma'rifat (mengenal) Allah, itu adalah puncak keuntungan seorang hamba, maka apabila Tuhan telah membukakan bagimu suatu jalan untuk mengenal kepadaNya, maka tidak usah kau hiraukan berapa banyak amal perbuatanmu meskipun masih sangat sedikit amal kebaikanmu. Sebab ma'rifat itu sutu karunia pemberian langsung dari Allah, maka sekali-kali tidak tergantung kepada banyak atau sedikitnya amal kebaikan.

Abu Hurairah ra. berkata: Bersabda Rosulullah saw : Allah berfirman:
"Apabila Aku menguji hambaKu yang beriman, kemudian ia tidak mengeluh kepada pengunjung-pengunjungnya, maka Aku lepaskan ia dari ikatanKu dan Aku gantikan baginya daging dan darah yang lebih baik dari semula, dan ia boleh memperbaharui amal, sebab yang lalu telah diampuni semua.

Diriwayatkan : Allah telah menurunkan wahyu kepada salah seorang Nabi SAW. Aku telah menurunkan bala' (ujian) kepada seorang hamba maka ia berdoa, dan tetap Aku tunda permintaannya,akhirnya ia mengeluh, maka aku berkata kepadanya: HambaKu bagaimana Aku akan melepaskan daripadamu rahmat yang justru bala' itu mengandung rahmatKu.

sumber: Kitab Al Hikam
Read More..

Pemikiran Asy Ariyah dan Maturidiyah

PENDAHULUAN
Munculnya berbagai macam golongan-golongan aliran pemikiran dalam Islam telah memberikan warna tersendiri dalam agama Islam. Pemikiran-pemikiran ini muncul setelah wafatnya Rosulullah. Ada beberapa factor yang menyebabkan unculnya berbagai golongan dengan segala pemikiranya. Diantaranya adalah faktor poitik sebagaimana yang telah terjadi pertentangan antara kelompok Ali dengan pengikut Muawiyah, sehingga memunculkan golongan yang baru yaitu golongan khawarij. Lalu muncullah golongan-golongan lain sebagai reaksi dari golongan satu pada golingan yang lain.
Golongan-golongan tersebut mempunyai pemikiran yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Ada yang masih dalam koridor Al-Qur’an dan sunnah, akan tetapi ada juga yang menyimpang dari kedua sumber ajaran Islam tersebut. Ada yang berpegang pada wahyu, dan ada pula yang menempatkan akal yang berlebihan sehingga keluar dari wahyu. Dan ada juga yang mnamakan dirinya sebagai ahlussunnah wal jama’ah.
Adapun ungkapan ahlussunnah (sering juga disebut sunni) dapay dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari kelompok syi’ah. Dalam pengertian ini mu’tazilah termasuk juga asy’ariyah masuk dalam barisan sunni. Sunni dalam arti khusus adalah mahzab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan mu’tazilah. Penertian kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.
Selanjutnya, term ahlussunnah banyak dipkai setelah munculnya aliran sy’ariyah dan Maturidiyah, dua aliran yang menentang aliran mu’tazilah. Harun Nasution dengan meminjam keterangan Tasy Kubro Zadah menjelaskan bahwa aliran ahlussunnah muncul atas keberanian Abu Al Hasan Al Asy’ari sekitar tahun 300 H.

A. Asy’ariyah
I. Sejarah perkembangan Asy’ariyah
Asy’ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abu Al Hasan Al Asy’ariy. Beliau lahir di Bashrah tahun 260 H. bertepatan dengan tahun 935 M. Beliau wafat di Bashrah pada tahun 324 H di usia lebih dari 40 tahun.
Al Asy’ari menganut paham mu’tazilah hanya sampai usia 40 tahun. Setelah itu tiba-tiba mengumumkan di hadapan jama’ah masjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Menurut Ibnu Asakir yang melatarbelakangi Al Asyari meninggalkan faham mu’tazilah adalah pengakuannya telah bermimpi bertemu dengan Rosulullah sebanyak tiga kali, dimana Rosulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham mu’tazilah dan mmbela faham yang diriwayatkan dari beliau.

II. Nama tokoh-tokoh aliran Asy’ariyah yang terkenal antara lain :
1. Al Baqilani (wafat 403 H)
2. Ibnu Faruak (wafat 406 H)
3. Ibnu Ishak al Isfarani (wafat 418 H)
4. Abdul Kahir al Bagdadi (wafat 429 H)
5. Imam al Haramain al Juwaini (wafat 478 H)
6. Abdul Mudzaffar al Isfaraini (wafat 478 H)
7. Al Ghazali (wafat 505 H)
8. Ibnu Tumart (wafat 524 H)
9. As Syihristani (wafat 548)
10. Ar Razi (1149-1209 M)
11. Al Iji (wafat 756 H)
12. Al Sanusi (wafat 895)

III. Pemikiran
Adapun formulasi pemikiran Al asy’ari, secara esensial, menampilkan sebuah upaya sintesis antara formulasi ortodokx ekstrim di satu sisi dan mu’tazilah di lain sisi. Maksudnya, dari segi etosnya, pergerakan tersebut memiliki semangat ortodoks. Sedangkan aktualitas formulasinya jelas menampakan sifat reaktif terhadap mu’tazilah, suatu reaksi yang tak dapat dihindarinya. Corak pemikiran yang sintesis ini, mungkin dipengaruhi pemikiran Ibnu Kullab (tokoh sunni yang wafat pada 854 M)
a. Tuhan dan sifat-sifat-Nya
Abul Hasan Al Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Di satu sisi ia berhadapan dengan kelompok mujasimah dan musyabihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan daam Al-Qur’an dan Hadits, dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di lain sisi, beliau berhadapan dengan mu’tazilah yang menolak konsep bahwa Allah mempunyai sifat, dan berpendapat bahwa mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya bukanlah sifat , tetapi substansi-Nya, sehingga sifat-sifat yang disebut dalam Al-Qur’an dan Hadits itu harus dijelaskan secara alegoris.
Menghadapi dua kelompok tersebut, Al asy’ari erpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu (berbeda dengan mu’tazilah) namun tidak boleh diartikan secara harfiah. Selanjutnya Al asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.

b. Kebebasan dalam berkehendak
Menurut Asy’ariyah Allah pencipta perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allah-lah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia). Hal ini berbeda dengan mu’tazilah yang berpendapat bahwa manusia menciptakan perbuatannya sendiri.

c. Qodimnya Al Qur’an
Asy’ari berpendapat bahwa walaupun Al Qur’an terdiri atas kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah karenanya tidak qodim. Menurut Asy’ariyah Al Qur’an tidak diciptakan.

d. Akal dan wahyu
Walaupu Al asy’ari dan mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari akal dan wahyu. Al asy’ari mengutamakan wahyu, sementara mu’tazilah mengutamakan akal.
Dalam menentukan baik dan burukpun terjadi perbedaan pendapat diantara mereka. Al Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan mu’tazilah pada akal.

e. Keadilan
Pada dasarnya Al Asy’ari dan mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Namun Al Asy’ari tidak setuju bahwa Allah harus berbuat adil, sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan member pehala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memiliki keharusan apapun terhadap makhluk, karena Dia penguasa Mutlak.

f. Kedudukan orang berdosa
Al Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut mu’tazilah. Iman merupakan lawan kufur, predikat seseorang haruslah salah satu dari keduanya. Jika tidak mu’min maka ia kafir. Mukmin yang berbuat dosa besar adalah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mugkin hilang karena dosa, kecuali oleh kafir hakiki.

B. MATURIDIYAH
I. Sejarah perkembangan maturidiyah
Golongan Maturidiyah berasal dari Abu Al Mansur Al Maturidi. Latar belakang lahirnya alliran ini hamper sama dengan aliran Asy’ariyah, yaitu sebagai reaksi penolakan terhadap ajaran mu’tazilah, walaupun sebenarnya pandangan keagamaan yang dianutnya hampir sama dengan pandangan mu’tazilah yaitu lebih menonjolkan akal dalam system teologinya.
Abu Mansur Al Maturidi dilahirkan sekitar pertengahan abad ke-3 H di Maturid, sebyah kota kecil di daerah Samarkand Tarsoxiana di Asia Tengah daerah yang sekarang disebut Uzbeistan. Ia wafat tahun 333 H / 944 M.
Karir pendidikan Al Maturidi lebih menekuni bidang teologi dari pada fiqih. Ini dilakukan untuk emperkuat pengetahuan dalam meghadapi paham-paham teologi yang banyak berkembang pada masyarakat Islam, yang dipandangnya tidak sesuai dengan kaidah yang benar menurut akal dan syara’.
II. Tokoh-tokoh Maturidiyah.
Tokoh yang sangat penting dari aliran Al-Maturidiyah ini adalah Abu Al Yusr Muhammad al-Badzawi yang lahir pada tahun 421 H dan meninggal pada tahun 493 H. ajaran-ajaran Al maturidi yang dikuasainya adalah karena neneknya adalah murid dari Al Maturidi.
Al-Badzawi sendiri mempunyai beberapa orang murid, yang salah satunya adalah An najm al Din Muhammad al-Nasafi (460-537 H), pengarang buku al aqo’idal Nasafiyah.
Seperti al Baqillani dan Al Juwaini, Al Badzawi tak selamanya sefaham dengan Al Maturidi. Antara kedua pemuka aliran al Maturidiyah ini terdapat perbedaan faham sehingga boleh dikatakan bahwa dalam aliran maturidiyah terdapat dua golongan, yaitu golongan Samarkand yang mengikuti paham-paham Al Maturidi dan golongan Bukhara yang mengikuti faham-faham Al Badzawi.

III. Pemikiran dan doktrin-doktrin Maturidiyah.
a) Akal dan wahyu
Al Maturidi dalam pemikiran teologinya mendasarkan pada Al Qur’an dan akal sebagaimana Asy’ariyah, namun Al Maturidi memberikan porsi lebih besar terhadap akal dari pada porsi yang diberikan oleh Asy’ariyah
Menurut Al Maturidi mengetahui Tuha dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketaui melalui akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al Qur’an yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam memperoleh pengetahuan dan keimanannya terhadap Allah melalui pengamatan dan pemikiran yang mendalam tentang makhlik ciptaan-Nya. Kalau akal tidak memperoleh kemampuan dalam memperoleh pengetahuan tersebut, tentunya Allah tidak memerintahkan manusia untuk melakukanya. Dan orang yang tidak amu menggunakan akal untuk memperoleh iman dan pengetahuan yang mengenai Allah berarti meninggalkan kewajiban yang diperintahkan ayat-ayat tersebut. Namun akal menurut Al Maturidi tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainya.
Al Maturidi membagi kaitan sesiatu dengan akal pada tiga macam, yaitu :
1. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui kebaikan sesuatu itu.
2. Akal dengan sendirinya hanya mengetahui keburukan sesuatu itu
3. Akal tidak mengetahui kebaikan dan keburukan sesuatu, kecuali dengan petunjuk ajaran wahyu.

b) Perbuatan manusia
Dalam hal ini Al Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dengan qudat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Menurutnya perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Dan mengenai perbuatan manusia, kebijaksanaan dan keadilan kehendak Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar)

c) Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Allah Maha Berkehendak atas segala sesuatu / ciptaan-Nya termasuk perbuatan manusia dan segala seauatu dalam wujud ini, yang baik atau yang buruk. Akan tetapi perbuatan dan kehendak-Nya itu berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya sendiri.

d) Sifat Tuhan
Menurut Al Maturidi Tuhan mempunyai sifat-sifat, sseperti sama’, bashor dan sebagainya. Ia mengatakan bahwa sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) dzat tanpa terpisah.

e) Melihat Tuhan
Menurut Al Maturidi manusia dapat melihat Tuhan, sebagaimana diberitakan dalam Al Qur’an antara lain firman Allah dalam surat Al Qiyamah ayat 22 dan 23. Menurutnya tuhan kelak di akherat dapat dilihat dengan mata, karena Dia mempunyai wujud walaupun Dia immaterial. Namun melihat Tuhan di akherat tidak dalam bentuknya karena keadaan di akherat tidak sama dengan keadaan di dunia.

f) Kalam Tuhan
Al Maturidi membedakan antara kalam yang tersusun dengan huruf dan bersuara dengan kala nafsi (sabda yang sebenarnya atau makna abstrak). Kalam nafsi adalah sifat qodim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun dari huruf dan suara adalah baharu (hadits). Al Qur’an dalam arti kalam yang tersusun dari huruf dan kata-kata adalah baharu. Kalam nafsi tidak dapat kita ketahui hakekatnya dan bagaimana Allah bersifat dengannya tidak dapat kita ketahui kecuali dengan suatu perantara.

g) Pelaku dosa besar.
Al Maturidi berpendapat bahwa pelaku dosa besar tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka walaupun ia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya. Kekal di dalam neraka adalah bagi orang yang berbuat dosa syirik. Dengan demikian berbuat dosa besar selain syirik tidak akan menyebabkan pelakunya kekal di dalam neraka. Oleh karena itu, perbuatan dosa besar (selain syirik) tidaklah menjadikan seseorang kafir atau murtad.

Dari uraian yang telah kami jelasakan dalam bab pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran teologi Asy’ariyah dan Maturidiyah memiliki kesamaan dan perbedaan sebagai berikut :
A. Persamaannya
1. Kedua aliran ini lahir sebagai reaksi terhadap paham aliran mu’tazilah.
2. Mengenai sifat-sifat Tuhan, kedua alilran ini menyatakan bahwa Tuhan mempunyai sifat-sifat dan tuhan megetahui bukan dengan dzat-Nya tetapi mengetahui dengan pengetahuan-Nya.
3. Keduanya menentang ajaran mu’tazilah yang beranggapan bahwa Al Quran adalah kalam Tuhan yang tidak diciptakan, tetapi bersifat qadim.
4. Al asy’ari dan Al Maturidi juga berkeyakinan bahwa manusia dapat melihat Allah pada hari kiamat dengan petunjuk tuhan.
5. Persamaan dari kedua aliran ini adalah karena keduanya sering menggunakan istilah ahlu sunnah wal jamaah. Dan di kalangan mereka kebanyakan mengatakan bahwa mahzab salaf ahlu sunnah wal jamaah adalah apa yang dikatakan oleh Al Asy’ari dan Al Maturidi. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa ahlu sunnah wal jamaah adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah dan salaf. Az Zaubaidi mengatakan : “jika dikatakan ahlu sunnah, maka yang dimaksud dengan mereka itu adalah Asy’ariyah dan Maturidiyah.” (Ittihafus Sadatil Muttaqin 2:6)

B. Perbedaannya
1. Tentang perbuatan manusia, Al Asy’ari meganut paham Jabariyah sedangkan Al maturidi menganut paham Qodariyah.
2. Tentang fungsi akal. Akal bagi aliran Asy’ariyah tidak mampu untuk mengetahui kewajiban-kewajiban manusia sedangkan menurut pendapat Maturidiyah akal dapat mengetahui kewajiban-kewajiban manusia untuk berterima kasih pada Tuhan.
3. Tentang jajni dan ancaman Tuhan. Al Asy’ari berkeyakinan bahwa Allah bisa saja menyiksa orang yang taat, memberi pahala kepada orang yang durhaka. Sedangkan Al Maturidi berpendapat lain, bahwa orang yang taat akan mendapatkan pahala sedangkan orang yang durhaka akan mendapatkan siksa, karena Allah tidak akan salah karena Dia Maha Bijaksana dan Maha Mengetahui.


DAFTAR PUSTAKA

• Nasution. Nasution.Teologi Islam: Aliran Sejarah Analisa Perbandingan Jakarta: UI Press,1986
• Rozak, Abdul dan Rosihan Anwar. Ilmu Kalam,Bandung: Pustaka Setia,2007
• Sodikin Abu dan barduzaman. Metodologi Dtudi Islam, Bandung : tunas Nusantara,2000
• Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press,2000
Read More..

Pendidikan Berbasis Tauhid

A. Latar Belakang
Perkembangan jaman yang semakin cepat. Dunia melipat dan menyusut, masyarakat global menjadi kenyataan, abad ke dua puluh satu telah datang, komunikasi super cepat melintas tujuh benua adalah kejadian biasa. Temuan-temuan ilmiah dilaporkan setiap hari . Untuk itu diperlikan manusia-manusia unggul dalam menghadapi persaingan yang semakin komplek dengan segala tantangannya.
Akan tetapi di sisi lain dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih, justru disalah gunakan oleh orang-orang yangn tidak bertanggung jawab. Para cendekiawan dan para pemimpin yang memiliki gelar yang tinggi justru tidak bisa dijadikan panutan bagi masyarakat. Dengan ilmu dan gelar yang mereka miliki, mereka memperbanyak korupsi dan menipu rakyat. Lalu bagaimana dengan pendidikan yang mereka peroleh selama ini? Apa yang salah dengan pendidika kita?
Inilah yang menjadi topik yang akan kita bahas pada makalah ini. Dimana pendidikan kita saat ii telah kosong dari nilai-nilai moral, etika serta akhlak yang baik, dan jauh dari agama, sehingga hasil pemdidikan yang semacam ini adalah manusia-manusia yang tidak beradab. Inilah buah dari pendidikan sekuler. Mereka cerdas akan tetapi tidak mempunyai nilai kemanusiaan dan kosong dari akidah yang benar.
Untuk itu diperlukan suatu konsep pendidikan yang berlandaskan pada nilai-nilai ketuhanan yakni pendidikan yang berbasis tauhid. Pendidikan yang berbasis tauhid ini menyatukan ilmu pengetahuan dengan akidah yang benar yakni akidah Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah. Sehingga mereka tahu bahwa antara ilmu pengetahuan dan agama adalah sesuatu yang padu. Dan juga konsep pendidikan yang seperti ini akan menghasilkan orang-orang yang jenius dan berakhlak mulia.

B. Definisi Operasional
Untuk memperjelas judul makalah ini maka saya akan menjelaskan definisi operasionalnya.
Pendidikan, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mrmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang diperlukan diriya, masyarakat, banngsa dan negara (UUSPN no. 20 tahun 2003)
Basis, adalah asas, dasar, pangkalan
Tauhid, yaitu mengesakan Allah atau kuatnya kepercayaan bahwa Allah hanya satu. Dalam judul makalah ini kami menambah pengertian tauhid adalah mengesakan Allah serta mengabdi hanya kepada Allah.

C. Hubungan Penanaman Tauhid yang Benar dengan Pendidikan Kita Saat Ini.
Makna tauhid sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya yang berarti mengesakan Allah atau kuatnya kepercayaan bahwa Allah hanya satu . Dan kedudukan manusia di sini adalah sebagai hamba yang menyembah hanya kepada-Nya. Hal ini berkaitan erat dengan apa yang disebut dengan akidah yakni apa yang diyakini oleh seseorang. Akidah yang benar menjadi landasan seseorang untuk melakukan amal atau perbuatanya. Karana akidah yang benar akan menuntun manusia untuk berbuat yang benar sesuai norma-norma dan nilai-nilai kebenaran.
Pendidikan adalah suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang foundamental, baik menyangkut daya pikir maupun daya emosional yang diarahkan pada tabiat manusia dan kepada sesamanya . Untuk itu pendidikan perlu diarahkan kepada kesadaran bertauhid kepada Allah swt.
Kalau kita lihat pendidikan kita saat ini hanya terfokus pada pengembangan kecerdasan intelektual (IQ) saja dan memisahkan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan. Sehingga menghasilkan manusi-manusia cerdas tapi kosong dari nilai-nilai spiritual.
IQ (Intelektual Quotient) / kecerdasan intelektual yang sejak awal hingga saat ini diagungkan oleh orang tua dan praktisi pendidikan, dalam kenyataanya tidak sepenuhnya mendukung kesuksesan seseorang, banyak orang secara intelektual berhasil dibuktikan dengan nilai rapor dan hasil ujian yang bagus akan tetapi setelah dewasa kehidupanya “tidak berhasil”. Sebagai catatan saja, umumnya ukuran “keberhasilan” seseorang saat ini diukur dari banyaknya harta dan atau tingginya kedudukan / jabatan yang berhasil ia raih .
Kemudian ditemukanlah apa yang disebut dengan kecerdasan emosional (EQ) yang dipercaya lebih banyak mempengaruhi kesuksesan seseorang dari pada IQ itu sendiri. Akan tetapi ini masih belum cukup untuk dijadikan pedoman dalam menentukan kesuksesan. Kemudian ditemukanlah kecerdasan spiritual (SQ) yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshal, masing-masing dari Havard University dan Oxford University . Dimana SQ ternyata lebih menentukan kesuksesan seseorang dari pada IQ dan EQ.
Untuk itu dalam proses pendidikan harus ditanamkan tauhid yang benar untuk menggabungkan tiga unsur kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Sehingga mencetaj generasi yang intelek yang beradab karena memiliki akhlaqul karimah.

D. Karakteristik Pendidikan yang Berbasis Tauhid
Umat Islam harus memiliki keilmuan yang dalam dan segala keputusanya harus didasarkan dengan ilmu. Namun demikian Islam menyadari keterbatasan manusia oleh karena ia sangat bergantung pada Robnya. Sehingga ia selalu minta kepada Allah karena Dia adalah yang memberi ilmu.
Inilah yang membedakan pendidikan Islam dengan pendidikan modern. Model pendidikan Islam meletakan dasar pendidikannya pada kesadaran bahwa manusia adalah hamba Allah, karena memang tujuan diciptakanya jin dan manusia adalah dalam rangka untuk beribadah kepada Allah swt.
Pendidikan Islam memandang semua unsur harus dikembangkan sedemikian rupa sehingga anak tumbuh sempurna sebagai insan kamil (hamba Allah yang sempurna) .
Karakteristik pendidikan yang berbasis tauhid adalah sebagai berikut :
• Mengutamakan adab sebelum ilmu. Guru dan peserta didik wajib mengembangkan adab yang sempurna dalam ilmu pengetahuan karena ilmu pengetahuan tidak bisa diajarkan kepada siapapun tanpa adab. Ilmu pengetahuan harus dikuasai dengan pendekatan yang berlandaskan sikap ikhlas, hormat, dan sederhana terhadapnya.
• Menyeluruh dan selaras. Pendidikan yang integral adalah pendidikan yang mampu memenuhi dengnan baik dua aspek kebutuhan manusia, yaitu jasad dan ruh. Keseimbangan antara ilmu dan iman. Serta penggabungan antara ilmu pengetahuan dan agama yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah.
• Kembali kepada fitrah. Pada awalnya Allah telah menciptakan segala sesuatu pada status inisialnya dalam keadaan adil. Semuanya telah tertata rapi dalam susunan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Demikian juga manusia, yang telah menempati psisi dimana ia dapat mengenal tuhanya dan meresapi kekuasaan-Nya sebagaimana jajni primodial yang pernah ia ucapkan (Q.S. Al-A’raf : 172). Status inisial yang sesuai dengan kehendak Allah inilah yang dinamai dengan status fitrah. Sebagaimana sabda nabi bahwa tidak ada yang lahir kecuali dalam keadaan fitrah. Ini berarti manusia lahir dengan ilmu dan pengetahuan tentang kondisi ideal.

E. Tujuan Pendidikan yang Berbasis Tauhid
• Tujuan individual yang berkaitan dengan indvidu-individu, pelajaran dan dengan pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu tersebut pada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya.untuk itu pendidikan yang berbasis tauhid ini bertujuan untuk mencetak manusia-manusia yang intelek yang memiliki akhlak mulia, sehingga menjadi insan kamil (hamba Allah yang sempurna).
• Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, yakni bertujuan untuk mendidik manusia yang mampu menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, memberikan manfaat bagi umat serta menjadi pemimpin yang menuntun pada kebenaran sebagai khalifah Allah di muka bumi.
• Tujuan professional, yakni mencetak manusia yang memiliki keahlian dalam bidang tertentu serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu bersaing di era globalisasi ini.


KESIMPULAN

Akidah yang benar harus ditanamkan dalam proses pendidikan yang merupakan proses pembentukan kemampuan dasar manusia. Sehingga terjadi korelasi antara ilmu pengetahuan dan agama. Sehingga pendidikan menjadi terarah dan tidak kosong dari nilai dan norma agama. Untuk itu peserta didik harus dikembangkan dari tiga aspek kecerdasan yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Sehingga diperlukan konsep pendidikan yang berbasis tauhid.
Karakteristik pendidikan yang berbasis tauhid adalah adab dan ilmu serta keselarasan antara pendidikan jasmani dan rohani. Dan menggabungkan antara iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena keduanya tidak boleh dipisahkan satu sama lain dalam rangka kesejahteraan umat manusia. Kemudian mengembalikan pada fitrah manusia yakni sebagai hamba Allah swt.
Pendidikan yang berbasis tauhid ini bertujuan untuk mencetak manusia yang intelek dan memiliki akhlak yang mulia dalam rangka menjadikan peserta didik sebagai insan kamil yakni hamba Allah yang sempurna. Yang bisa menjadi teladan bagi masyarakat dan menjadi khalifah Allah di muka bumi.
DAFTAR PUSTAKA

 Abdullah, Luth. Melukis Jiwa Sang Buah Hati, Solo: Afkar, 2006
 Agustian, Ary Ginanjar. Kecerdasan Emosional dan Spiritual, Jakarta: Arga, 2001
 Al-fauzan, Shalih bin Fauzan bn Abdullah. Kitab Tauhid, Jakarta: Darul Haq, 2006
 Al-syaibani, Omar Muhammad Al-toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1979
 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1995
 Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl. Acelerated Learning for 21 Century, Bandung: Nuansa, 2002
 Sultoni, Ahmad. Diktat Ilmu Pendidikan, Surabaya, 2006
Read More..

Minggu, 13 Desember 2009

Makna Cinta

kalau toh ada makhluk di dunia ini yang sulit di definisikan,mungkin makhluk itu bernama cinta.telah banyak lagu digubah,syair di tulis dan puisi ditorehkan hanya untuk memaknai cinta. berbagai penyair,filosof dan budayawan telah berusaha mendefinisikan makna cinta akan tetapi definisi yang mereka buat belum mencapai pada satu makna yang sepakat.Memang cinta itu sulit di definisikan tapi kehadirannya dapat dirasakan, seperti halnya udara yang tidak bisa dipegang,dilihat tapi bisa dirasakan.Sedangkan masalah rasa itu adalah pekerjaan hati, jadi cinta itu adalah masalah hati.

Banyak orang membicarakan cinta dengan berbagai versi. Mereka berbicara berdasarkan pengalaman mereka dalam mengalami sebuah rasa cinta. Karena pengalaman satu dengan yang lain tidak sama maka pendapat satu orang dengan orang yang lainpun berbeda. Bagi yang mengalami kepahitan dalam bercinta maka mereka mendefinisikan dengan definisi yang negatif,sedangkan bagi mereka yang merasakan manisnya cinta maka mereka akan mendefinisikan dengan definisi yang positif. nah,oleh sebab itulah kita harus tau apa ilmunya cinta.

karakteristik cinta :
dalam al-Qur'an kata hubb (cinta)disebut kurang lebih 183 kali. seperti pada QS.5:54 "Allah cinta pada mereka dan merekapun mencintai-Nya"
Karakteristik cinta dalam QS Al Anfal 2-4 adalah sebagai berikut:
1. Apabila disebut nama yang dicintai bergetarlah hatinya
2. Apabila ditunjukkan bukti-bukti kehebatan yang dicintai akan semakin kuat rasa cintanya
3. Adanya kepasrahan kepada yang dicintai
4. Adanya kerinduan untuk bertemu dan bersama
5. Kesiapan berkorban

Proses pertumbuhan cinta:
ada tahapan-tahapan tumbuhnya rasa cinta:
1. Adanya interaksi atau kontak
2. Keinginan untuk mengenal
3. Pencurahan perhatian
4. Munculnya rasa rindu
5. Penghambaan

cinta adalah nikmat sekaligus ujian bagi kita, setiap ujian akan dihadapkan rintangan. maka cinta menimbulkan daya juang. siapa yang kita cintai akan menentukan motivasi dan cara berjuang kita. kata Ibnu Qoyyim Al Jauziah bahwa cinta itu adlah energi.
Read More..

Sabtu, 12 Desember 2009

KADERISASI KEPEMIMPINAN
Proses Kaderisasi adalah kegiatan yang berisi upaya-upaya yang mendukung bagi terbentuknya integritas kepribadian dan kemampuan menggerakkan orang lain secara intensif sehinga dapat mempersiapkanya untuk menjadi pemimpin di masa depan. Kaderisasi kepemimpinan adalah proses mempersiapkan atau mencetak seseorang untuk menjadi pemimpin di masa depan. Dari proses kaderisasi ini melahirkan seorang kader. Dalam salah salah satu kamus istilah kader ini diartikan sebagai bagian dari anggota yanag terikat dengan disiplin dan bekerja secara maksimal. Akan tetapi di sini seorang kader itu diartikan sebagai orang yang diharapkan akan memegang sebuah amanah kepemimpinana atau sebuah jabatan baik itu di organisasi pemerintahan maupun di organisasi lain.
Ada beberapa factor mengapa kaderisasi kepemimpinan ini sangat diperlukan antaraa lain :
• Dalam organisasi ada ketentuan periode kepemimpinan seseorang
• Adanya penolakan dari anggota kelompok yang menghendaki kepemimpinannya diganti, baik secara wajar maupun tidak wajar.
• Proses alamiah yakni usia yang menjadi tua dan kehilangan kemampuan memimpin
• Kematian
Dalam pelaksanaannya proses kaderisasi ada dua macam yaitu kaderisasi informal dan kaderisasi formal.

1. Kaderisasi formal
Kaderisasi informal merupakan sebuah proses atau usaha-usaha untuk mempersiapkan seorang calon pemimpin atau seorang kader yang dilaksanakan tidak secara berencana, teratur tertib,sistimatis, terarah dan disengaja serta tidak menggunakan kurikulum tertentu. Akan tetapi kaderisasi informal ini merupakan sebuah proses pendidikan sehari-hari yang dimulai dari sejak dini,baik itu proses belajar di sekolah, pendidikan yang diberikan keluarga dan lingkungan masyarakat setempat. Proses ini menekankan pembentukan kepribadian dan penanaman akhlak dan sikap yang baik dalanm jangka waktu yang lama. Kepribadian positif perlu dipupuk sejak dini dan seumur hidup.
Dari proses kaderisasi informal ini dapat diketahui kelebihan seseorang calon pemimpin yang memiliki kepribadian positif. Hal ini bisa dilihat dari prestasinya, loyalitas dan dedikasinya adlam sebuah kelompok atau organisasi yang diikutinya, serta akhlak dan agamanya atau loyalitasnya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

2. Kaderisasi Formal
Kaderisasi formal merupakan proses kaderisasi atau upaya mempersiapkan seseorang menjadi calon pemimpin yang dilaksanakan secara disengaja, terarah, teratur dan tertib, sistematis dan mengikuti kurikulum tertentu dalam jangka waktu tertentu yang berisi bahan-bahan teoretis dan praktik tentang kepemimpinan dan berbagai aspek pendukungnya.
Beberapa usaha kaderisasi formal yang bersifat interen dapat ditempuh dengan beberapa cara sebagai berikut :
• Memberi kesempatan menduduki jabatan pemimpin pembantu
• Latihan kepemimpinan di dalam atau di luar organisasi
• Memberikan tugas belajar
• Penugasan sebagai pucuk pimpinan suatu unit

Sedangkan kaderisasi formal yamh bersifat eksteren dapat ditempuh dengan cara sebagai berikut :
• Menyeleksi sejumlah generasi muda lulusan lembaga pendidikan jenis dan jenjang tertentu untuk diangkat memimpin suatu unit yang sesuai atau ditugaskan magang sebelumnya.
• Menyeleksi sejumlah generasi muda lulusan lembaga pendidikan jenis dan jenjang tertentu, kemudian ditugaskan belajar pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi baik di dalam dan di luar negeri sebelum ditempatkan pada posisi tertentu.
• Memesan sejumlah generasi muda dari lembaga pendidikan formal dengan program khusus sesuai dengan bidang yang dikelola organisasi pemesan dengan syarat tertentu.
• Menerima sejumlah generasi muda dari lembaga pendidikan untuk melakukan kerja praktik di lingkungan organisasi.
• Memberikan beasiswa belajar bagi orang yang tidak mampu kemudian setelah lulus langsung ditempatkan pada jalur yang memberi peluang untuk melatih dan mempersiapkan diri menjadi pimpinan secara bertahap.
Read More..

Senin, 07 Desember 2009

Hikmah

tidak dapat dianggap kecil/sedikit amal perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas (sepi ing pamrih) dan tidak dapat dianggap banyak amal yang dilakukan oleh seseorang yang tidak ikhlas.

Ali bin Abi Thalib ra. berkata: Tumpahkan semua hasrat keinginanmu itu kepada usaha untuk diterimanya amal perbuatanmu, sebab tidak dapat dianggap kecil/sedikit amal perbuatan yang diterima oleh Allah.

Abdullah bin Mas'ud ra. berkata : Dua roka'at yang dilakukan oleh orang alim yang mengerti dan ikhlas (tidak rakus kapada dunia), lebih baik dari ibadat orang-orang ahli ibadat sepanjang masa.

Abu Sulaiman

Read More..